Selain berdampak pada kerusakan
lingkungan, residu
pestisida juga
berbahaya bagi kesehatan, baik dalam jangka panjang atau pun pendek. Salah
satunya adalah menghambat perkembangan kognitif. Pada kehamilan bisa beresiko
terjadinya kelainan bawaan. Residu
pestisida ini bisa
terdapat dalam jenis buah dan sayuran segar, sehingga kita memerlukan
kehati-hatian dalam mengkonsumsinya. Penggunaan pestisida bisa terjadi pada saat proses
produksi di lahan atau selama pasca panen.
Salah satu pestisida adalah atrazine, pembunuh gulma yang
banyak digunakan di pertanian tebu dan terdeteksi dalam air keran. Para ilmuwan
dan dokter mengemukakan bahwa pestisida ini meningkatkan risiko keguguran
dan kemandulan (kualitas dan mobilitas sperma menurun).
Pestisida yang tidak sengaja termakan oleh ibu
hamil dapat menyebabkan bayi cacat lahir. Cacat lahir seperti spina bifida,
bibir sumbing, kaki pengkor, dan sindrom down bisa diakibatkan paparan
pestisida. Untuk
memperkecil resiko, ibu hamil harus selektif dalam mengkonsumsi makanan dan
minuman.
Paparan pestisida selama 3
bulan sebelum konsepsi dan selama kehamilan akan meningkatkan resiko keguguran
spontan pada ibu hamil. Selain itu, bayi yang dilahirkan juga beresiko terkena
leukimia dan kecerdasannya bisa terganggu.
Bila
terpapar pestisida sejak kehamilan
akan berpengaruh pada pembentukan janin dalam kandungan. Residu pestisida bisa
meningkatkan risiko kelainan bawaan tertentu selama perkembangan janin. Apalagi
selama perkembangannya janin belum mampu mendetoksifikasi racun yang ada.
Sementara otak dan sistem saraf sendiri masih terus berkembang hingga anak
berusia 12 tahun.
Pada
anak, paparan pestisida dapat
menurunkan stamina tubuh serta perhatian dan konsentrasinya.
Begitu pun memori dan koordinasi tangan mata yang terganggu, serta semakin
besar kesulitan anak dalam membuat gambar garis sederhana.
Anak yang
terpapar residu pestisida
sejak balita, ketika usia SD kecerdasannya akan menurun. Sebuah penelitian yang
dilakukan di Meksiko terhadap anak yang mengkonsumsi anggur disemprot pestisida
dan yang tidak disemprot pestisida, menunjukkan perbedaan kognitif yang
signifikan.
Jangka
panjang dari paparan pestisida
secara terus menerus dalam waktu sekitar 20-30 tahun akan terjadi perubahan
hormonal dan sistem reproduksi. Pada anak laki-laki diistilahkan dengan
demasculinisation, yaitu hilangnya sifat-sifat maskulin. Sementara pada anak
perempuan disitilahkan dengan defeminisasion. Jadi anak mengalami perubahan
orientasi seksualnya.
Bertahun-tahun
ilmuwan percaya ada hubungan antara diabetes dengan pestisida. Menurut
jurnal yang diterbitkan di Diabetes Care, orang yang mengalami kelebihan berat
badan dan dalam tubuhnya terdapat pestisida golongan organoklorin
berisiko tinggi terkena diabetes. Untuk menghindarinya, konsumsi makanan
organic dan hindari penyegar udara kimia dan produk-produk artifisial yang
beraroma.
Pestisida cukup erat
hubungannya dengan kanker. Lebih dari 260 pestisida berkaitan
dengan beragam jenis kanker seperti limfoma, leukemia, sarcoma,
jaringan lunak, otak, kanker hati, dan kanker paru-paru.
Perpaduan
antara gen dan polutan yang masuk ketika ibu hamil dipercaya para peneliti
sebagai penyebab autisme. Kebanyakan insektisida membunuh
hama dengan mengganggu fungsi saraf. Mekanisme yang sama terjadi pada janin
yang terpapar insektisida.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 oleh Universitas Harvard menunjukkan
urin yang mengandung pestisida berbahan aktif organofosfat
pada anak-anak lebih mungkin mengalami ADHD dan hiperaktif dibanding urin pada
anak-anak yang tidak tercemar pestisida.